19 Februari, 2009

PELAYANAN PRIMA PADA LEMBAGA PEMERINTAH

Oleh

Ida Anggraeni Ananda

Pendahuluan

Seiring dengan diterapkannya sstem politik terbuka pada masa reformasi, lembaga pemerintah mau tidak mau harus mengubah cara pandangnya terhadap publiknya. Peran pemerintah di sini semakin berkurang sedangkan peran masyarakat semakin besar. Paradigma ini membawa pengaruh pada kualitas hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Jika dahulu perilaku pemerintah diposisikan lebih tinggi daripada rakyat atau bahkan mungkin berperilaku seolah – olah pemerintahan adalah sisitem yang tertutup "tidak butuh siapa – siapa" maka patternnya kini menjadi pemerintah dan rakyat memiliki posisi yang setara. Perubahan paradigma ini berhubungan juga dengan perubahan pola komunikasinya yaitu komunikasi yang interaktif dan transaksional.

Seiring dengan perubahan cara pandang tersebut maka sudah seharusnya setiap aparat pemerintah sebagai pelayan masyarakat memiliki kemampuan berhubungan dengan publiknya secara timbal balik. Sejalan juga dengan fungsinya sebagai pelayan masyarakat maka pemerintah harus mampu menempatkan diri sebagai mitra masyarakat dengan mampu melayani masyarakat secara prima.

Review Mengenai Humas dan Humas Pemerintah

Mungkin terdengar agak janggal membahas Humas atau Public Relations di lembaga pemerintah. Apakah benar lembaga pemerintah yang nota bene adalah lembaga non profit memerlukan humas atau Public Relations? Apa hubungannya antara Humas/Public relations dengan pelayanan prima?

Untuk menjawab keheranan ini perlu dipahami terlebih dahulu apa itu terminologi Humas atau Public relations. Memang sangat banyak definis mengenai humas, beberapa yang akan dikutip di bawah ini hanya sebagian kecil saja mengenai humas:

  1. Cutlip and Center mendefinisikan Public Relations sebagai fungsi manajemen yaitu mengidentifikasi, memantapkan serta membina hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dengan publiknya baik dalam keadaan sukses maupun gagal.
  2. Grunig mengembangkan definisi tersebut menjadi manajemen komunikasi antara organisasi dan publiknya.
  3. Lawrence W.Long dan Vincent Hazelton mengembangkan sebuah definisi baru yang lebih modern dan memadai bahwa Public Relations adalah fungsi komunikasi melalui adaptasi organisasi, mengubah atau membina hubungan dengan lingkungan dengan tujuan bersama-sama mencapai tujuan dari organisasi. Pendekatan ini menggambarkan bahwa Public Relations adalah lebih dari sekedar mempersuasi melainkan juga membantu mengembangkan kondisi komunikasi terbuka, saling pengertian/saling memahami dengan didasari ide bahwa organisasi juga mau berubah (dalam proses berperilaku dan bersikap) tidak hanya sebagi sasaran khalayak saja. Dapat dikatakan bahwa perusahaan dimungkinkan mengubah kebijakan sebagai hasil tindak lanjut dari dialog dengan lingkungannya.

Pada tahun 1982 di bulan Nopember, Public Relations Society of America (PRSA) menyusun kesepakatan mengenai Public Relations berdasarkan definisi – definisi yang ada bahwa Hubungan masyarakat/Public Relations bersifat:

  1. Melaksanakan program terencana dan berkelanjutan sebagai bagian dari manajemen
  2. Menangani hubungan antara organisasi dan masyarakatnya
  3. Memantau kesadaran, pendapat, sikap, perilaku di dalam dan di luar organisasi
  4. Menganalisa dampak kebijakan, prosedur dan tindakan terhadap masyarakat
  5. Menyesuaikan kebijakan, prosedur dan tindakan yang diketahui bertentangan dengan kepentingan masyarakat dan kelangsungan hidup organisasi
  6. Memberi anjuran kepada manajemen perihal pembentukan kebijakan, prosedur dan tindakan baru yang saling menguntungkan terhadap organisasi dan masyarakatnya
  7. Membentuk dan mengelola komunikasi dua arah antara organisasi dan masyarakatnya.
  8. Menghasilkan perubahan khusus dalam hal kesadaran, pendapat, sikap dan perilaku di dalam dan di luar organisasi.
  9. Menghasilkan hubungan yng baru dan/atau terpelihara antara organisasi dan masyarakatnya.

Berdasarkan kesepakatan tersebut tampak jelas bahwa ini merupakan perkembangan yang jelas mengenai Humas/PR bahwa PR bukan hanya fungsi administratif saja, bukan pemasaran dan bukannya tidak diperlukan bagi organisasi meskipun itu adalah organisasi non profit dalam hal ini pemerintah.

Humas dalam Pemerintahan

Memang mungkin ada sedikit perbedaan antara humas pada organisasi profit dan non profit dalam hal ini lembaga pemerintah. Karakteristik organisasi menyebabkan aktifitas humas yang berbeda pula.

Seperti telah disebutkan di atas bahwa pattern masyarakat sebagai publik dari pemerintah dan pemerintah adalah setara maka pemerintah harus mampu melaksanakan fungsi komunikasi yang baik dengan publiknya. Pada dasarnya keseluruhan tujuan program humas pemerintahan adalah:

  1. Menginformasikan kepada masyarakat dan stakeholdersnya segala aktifitas pemerintah
  2. Memastikan kerjasama aktif dalam program pemerintah serta kepatuhan terhadap program pemerintah
  3. Membina dukungan warganegara atas kebijakan dan program yang dibuat

Meskipun tampaknya tugas utama humas pemerintah di sini adalah sebagai pemberi informasi tetapi bukan berarti hanya "propagandis" yang berkomunikasi hanya dari satu sisi. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa informasi ini merupakan hasil komunikasi yang dua arah sebagai implikasi sebuah sistem terbuka.

Sebagai sebuah sistem terbuka maka organisasi secara aktif mendeteksi perubahan lingkungan melalui riset, memprakarsai tindakan proaktif yang bertujuan mempengaruhi pengetahuan, kecenderungan dan perilaku publik baik internal maupun eksternal.

Berbicara mengenai humas maka mau tidak mau kita harus membicarakan mengenai stakeholders. Stakeholders atau pihak – pihak yang berhubungan dan memiliki potensi untuk berhubungan dengan organisasi harus secara cermat dikenali. Hubungan masyarakat berarti berbicara mengenai bagaimana berhubungan dengan stakeholders dan berarti pula bagaimana cara melayani mereka. Melayani mereka secara prima bukan berarti menjadi "hamba" bagi stakeholders melainkan menjalin hubungan secara prima yang didasari azas saling menguntungkan dengan hasil akhir goodwill atau reputasi positif.

Melayani secara Prima

Membina hubungan telah dibahas di depan. Inti dari membina hubungan adalah memiliki apa yang dibutuhkan untuk mencapai apa yang kita inginkan. Yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan mengelola perbedaan untuk mendapatkan outcomes yang mendasar yaitu goodwill dan kedamaian

Good Governance secara umum merujuk kepada sebuah kualitas hubungan antara pemerintah dan warganya yang harus dilindungi dan dilayani. Pelayanan prima masuk ke dalam prinsip – prinsip good governance. Publik yang apatis akan mau mendukung apabila reputasi organisasi yang ingin didukungnya positif. Sangat jelas yang dibahas di sini adalag reputasi reputasi bukan hanya citranya saja. Adapun perbedaan antar reputasi dan citra adalah, Citra didefinisikan sebagai impresi total meliputi kepercayaan dan apa yang dirasakan/yang ada di benak publik sedangkan reputasi adalah evaluasi (respek, penghargaan, estimasi) mengenai organisasi yang ada di benak publik.

Citra dan reputasi berarti berbicara mengenai persepsi pihak lain terhadap organisasi. Ada banyak orang yang berpendapat, jangan hiraukan perbedaan persepsi orang lain karena memang setiap kepala beda ide dan yang kedua adalah prinsip hubungan yang resiprokal yang diartikan sebagai kita mengikuti mereka atau mereka harus mengikuti kita. Kedua prinsip ini adalah prinsip yang harus dihindari dalam membina hubungan. Justru yang harus selalu dilakukan adalah memahami persepsi pihak lain tentang apa yang diharapkan mereka dari kita dan paham mengenai konsep win – win solutions.

Salah satu cara yang dapat dilakukan supaya evaluasi publik terhadap organisasi positif adalah melayani mereka dengan prima. Ukuran dari kualitas pelayanan yang diharapkan antara lain adalah: Reliability (keandalan), Responsiveness (ketanggapan), Competence (kemampuan), Acess (mudah diperoleh), Courtesy (keramahan), Communication (komunikasi), Credibilty (kredibilitas), Security (keamanan), Understanding (saling memahami) dan Tangibles (terukur).

Sebetulnya setiap organisasi berdasarkan karakteristiknya dan berdasarkan dimensi keualitas pelayanan di atas harus mapu menterjemahkan standar pelayanan bagi organisasinya. Perlunya dibuat standart operating procedure untuk pelayanan prima ini adalah supaya setaip orang dalam organisasi memiliki stadart yang sama dalam melayani publiknya. Ingat bhawa seluruh anggota organisasi adalah PR bagi organisasinya. PR sebuah organisasi bukan hanya PR nya tetapi semua wajib menjadi PR bagi organisasi.

Berikut ini disarankan dimensi yang dapat dikembangkan untuk menjadi standar pelayanan meliputi:

  1. Etika organisasi
  2. Komunikasi: Non Verbal, Verbal baik Bermedia maupun Langsung
  3. Dasar-dasar tatakrama dalam pergaulan: Penampilan Fisik dan Kesiapan Mental

Etiket Untuk Tampil Prima

Berbicara mengenai etiket sering dirancukan dengan etika. Berikut ini sedikit pengertian mengenai keduahal tersebut.

Persamaan diantara keduanya

1. Etika dan etiket menyangkut perilaku manusia.

Hewan tidak mengenal etika maupun etiket.

2.Etika dan Etiket mengatur perilaku manusia secara normatif.

Memberi norma bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Justru karena karena sifat normatif inilah kedua istilah tersebut sering dicampuradukkan.

Perbedaan diantara keduanya

  1. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan oleh manusia. Diantara beberapa cara, etiket menunjukkan cara yang tepat.

    Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan tetapi etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri.Etika menyangkut masalah apakah suatu perbuatan boleh/tidak dilakukan

Etiket hanya berlaku dalam pergaulan.Bila tidak ada orang lain ditempat tersebut maka etiket tidak berlaku.

  1. Etika harus selalu dipatuhi (selalu berlaku) ada atau tidak ada orang lain.

  1. Etiket bersifat relatif.Yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan bisa dianggap sopan bagi kebudayaan lain.

    Etika bersifat absolut.Istilah absolut ini memang juga menjadi perdebatan, seberapa jauh keabsolutan ini berlaku bagi semua orang. Hal ini akan dibahas lebih lanjut lagi pada berbagai pendekatan dalam etika.

  1. Etiket hanya memandang dari segi lahiriah manusia saja. Etika menyangkut dari segi batiniah. Orang yang etis adalah mereka yang benar-benar bersikap baik, tidak menampilkan kondisi yang berbeda antara lahir dan batinnya (munafik)

Di sini memang tidak akan dibahas seluruh mengenai dimensi pelayanan prima tetapi hanya diambil beberapa yang sekiranya penting saja.

1. Etika Organisasi

Budaya Organisasi

Setiap organisasi memiliki budayanya masing – masing. Budaya adalah sebuah kreasi manusia yang muncul/ada karena mereka dipertemukan atas tujuan yang sama. Kreasi yang muncul tersebut meliputi shared things (misalnya seragam, warna,dll), shared saying (ucapan yang berlaku, metafora yang digunakan, dll) dan shared doings (aktifitas yang dilakukan). Hal ini dibudayakan dan pada saat kita melayani publik dengan prima visi dan misi organisasi harus selalu melekat sebagai "jiwa" dari standart pelayanan.

2. Komunikasi

Strategi berkomunikasi dengan publik

  1. Rasional: Meskipun mereka emosional kami harus tetap mampu menyeimbangkan antara emosi dan rasio
  2. Saling memahami: Meskipun mereka tidak memahami kami, kami akan mencoba memahami mereka
  3. Komunikasi: Meskipun mereka tidak mau mendengarkan kita tetapi kami akan senantiasa mengkonsultasikan apa yang akan kami lakukan dengan mereka
  4. Keterpercayaan/Keterandalan: Meskipun mereka tidak mempercayai kita bahkan kadang – kadang ingin mencurangi kita tetapi kita harus tetap dapat dipercaya
  5. Tidak memaksakan kehendak: Meskipun mereka sering memaksakan kehendaknya bahkan kadang – kadang dengan ancaman atau teriakan, kita berusaha untuk tetap terbuka dan mampu mempersuasi mereka.
  6. Dapat diterima: Meskipun mereka sering menolak kita, tidak mengindahkan pertimbangan kita atau tidak menghargai kita tetapi kita akan menghargai mereka, melayani mereka, memperhatikan mereka, secara terbuka belajar dari mereka.

Mengelola Keluhan

Hal yang paling sering dihadapi para pelayan informasi atau para front liner adalah keluhan. Keluhan yang disampaikan biasanya adalah keluhan mengenai organisasi bukan tentang diri kita tetapi kita tidak boleh menghindar dari masalah ini. Win – win situastion harus mampu tercapai dalam menangani keluhan. Kita tidak mungkin menjatuhkan organissai dimata mereka tetapi tidak mungkin juga kita menutupi apa yang terjadi.

Memuaskan semua pihak bukanlah hal yang mudah, sebagaimanapun kita berusaha memuaskan orang lain, komplain akan selalu ada tetapi bukan berarti kita tidak perlu memikirkan hal itu.

Sebagai pelayan yang dapat kita lakukan adalah tidak lari dari prinsip – prinsip hubungan dan melayani secara prima yaitu membuat policy pintu terbuka dan membuat klien merasa bebas menanyakan apapun kepada kita.

Ada beberapa model untuk menghadapi komplain, salah satunya adalah yang akan dibahas di bawah ini:

  1. Dengarkan keluhan dan coba untuk membahasakan kembali: dengarkan dan jangan menginterupsi dan cobalah untuk membahasakan kembali karena kadang – kadang klien tidak mampu merumuskan atau bahkan kadang – kadang tidak paham atas keluhan mereka sendiri. Pada saat memparafrasekan pisahkan antara fakta dan opini.
  2. Berikan kesempatan pengkomplain untuk memberikan saran: Tanyakan kepada mereka saran apa yang terbaik menurut mereka untuk dilakukan menanyakan bukan berarti harus mengimplementasikannya. Ini dilakukan untuk memperjelas atau justru untuk meluruskan feedback pengkomplain. Jika demikian jelaskan padanya mengapa itu tidak dapat diterapkan.
  3. Berikan tenggat waktu untuk mendapatkan fakta atau membuat keputusan: Jangan menggantung komplain dengan tidak memberikan tenggat waktu yang jelas karena ini membuat pengkomplain merasa tidak diperhatikan.
  4. Kembangkan rencana dan tindak lanjut: Setelah mendapatkan fakta atau penyelesaian maka langkah selanjutnya adalah menyampaikannya. Rencanakan beberapa rencana jika ternyata pengkomplain tidak puas amak apa yang akan anda ambil. Jangan biarkan proses ini kembali lagi dari awal karena akan membuat mereka frustasi dan tidak percaya pada anda. Lanjutkan dengan tindak lanjut yang terencana atau mengejutkan. Misalnya jika dalam bisnis memberikan gift, komplimen, dsb.

Prinsip – Prinsip Bertelepon

Bangun citra positif dengan

  1. Tampil sebagai aktor: Pisahkan suasana hati/kantor dengan suasana di telepon
  2. Konsisten : Latih salam dengan konsisten
  3. Minta feedback: Mintalah umpan balik dari orang lain tentang nada suara, tata bahasa, cara bertanya, dll
  4. Jawab telepon dengan cepat dan minimalkan waktu tunggu
  5. Beri waktu penelepon untuk menyesuaikan diri

Gaya Bertelepon

  1. Bicara dengan santai, gembira jadikan penelepon sebagai satu – satunya pusat perhatian
  2. Perhatikan nada suara dan kualitas suara: Nada suara mencerminkan situasi hati anda

Nada

Interpretasi

Datar

Bosan, tidak berminat

Tak acuh

Tidak berminat dengan penelepon atau pembicaraan

Antusias

Tertarik dengan pembicaraan atau tertarik untuk membantu penelepon

Penuh perhatian

Tertarik pada penelepon dan sangat ingin membantu

Dingin

Tidak ramah

Menjawab telepon

  1. Ajukan pertanyaan untuk:
    1. Memperoleh informasi
    2. Memfokuskan pembicaraan
    3. Mencapai kesepakatan
    4. Memulai proses penutupan telepon
  2. Beri pilihan pada penelepon untuk
    1. Mengendalikan jawaban
    2. Membuat mereka merasa berpartisipasi
  3. Beritahu penelepon apa yang akan anda lakukan untuk
    1. Menjelaskan apa yang sedang kita lakukan (misalnya membuat mereka menunggu)
    2. Menyambungkan kepada bagian lain
    3. Kesulitan menemukan/menyambungkan kepada orang/bagian lain
  4. Kenali penelepon: Siapa, darimana

Bagaimana Jika Penelepon Bertele – Tele

  1. Potong dengan mengajukan pertanyaan tetapi tetap dengan manis dan sopan
  2. Tentukan arah pembicaraan
  3. Lakukan parafrase (kalimatkan kembali), reflect (ungkapkan kembali), close (tutup pembicaraan).
  4. Tetapkan waktu:Jika kita tahu diawal penelepon adalah mereka yang suka bertele – tele maka arahkan pembicaraan.

Bagaimana Dengan Penelepon yang marah – marah?

  1. Biarkan mereka melepaskan kemarahan
  2. Tunjukkan bahwa anda telah mendengar mereka
  3. Berpihaklah kepada mereka, tunjukkan rasa simpati
  4. Telepon orang tersebut dengan menyebut namanya
  5. Dengarkan pesan yang tidak terungkap
  6. Tangapi dengan profesional
  7. Hilang dari pandangan, hilangkan dari pikiran

Tips Bertelepon

  1. Jawab telepon dengan cepat
  2. Kenalkan diri dan perusahaan dengan cepat
  3. Bersikap ramah
  4. Sediakan peralatan dan sumber informasi yang perlu
  5. Tunjukkan rasa sesal, penghargaan atau ungkapan empati jika perlu
  6. Gunakan nama penelepon jika terdeteksi
  7. Ungkapkan kesediaan untuk membantu
  8. Jangan memotong pembicaraan
  9. Upayakan bahasa anda mudah dimengerti, tepat dan tuntas
  10. Kenali jenis telepon: informasi, keluhan, permintaan
  11. Sambungkan telepon hanya jika terpaksa
  12. Letakkan telepon dengan hati-hati
  13. Jika ingin menghubungi seseorang yang belum terlalu dikenal, pertimbangkan untuk tidak menghubungi langsung melalui hand phone

Tata Cara Pergaulan

  1. Pria atau wanita yang lebih. Tua memberikan uluran tangan kepada yang lebih muda
  2. Orang yang lebih muda, yang lebih rendah pangkatnya atau wanita diperkenalkan lebih dulu
  3. Tanggalkan topi dan Kaca mata gelap di ruang tertutup
  4. Untuk front liner jangan biarkan tamu menunggu terlalu lama
  5. Jangan berkumpul di meja front liner
  6. Singkirkan pernak – pernik yang tidak perlu di front desk
  7. Hendaknya tidak mondar – mandir dengan sandal di kantor
  8. Pilih kartu nama yang baik dan pertukarkan dengan sopan
  9. Pada saat menuruni tangga berjalan, pria melangkah dahulu di depan wanita
  10. Jika berjalan dengan tangga (naik/turun), pria berada di belakang wanita
  11. Menerima tamu pribadi di kantor, ajak ke ruang tamu dan tidak lebih dari 15 menit.
  12. Masuk ke restoran para pria masuk lebih dulu sebaliknya jika keluar, wanit lebih dahulu
  13. Jika berjajar maka sebelah kanan dari orang yang penting dianggap lebih tinggi dari yang sebelah kiri
  14. Pengaturan jajaran

Jumlah

Formasi

2 orang

Yang di kanan yang utama (2,1)

3 orang

Yang di tengah yang utama (3,1,2)

4 orang

4,2,1,3

5 orang

5,3,1,2,4

6 orang

6,4,2,1,3,5

  1. Orang yang dianggap penting apabila naik/turun kendaraan
    1. Kapal terbang: naik paling akhir, turun paling dahulu
    2. Kapal laut: naik dan turun paling dahulu
    3. Kereta api: naik dan tutun paling dahulu

Membangun hubungan dengan stakeholders bukanlah hal yang mudah tetapi bukan berarti tidak perlu dicoba. Memang apa yang ada bukan sesuatu yang baku tetapi semuanya dapat diramalkan, direncanakan, diimplementasikan dan diecaluasi kembali. Public Relations atau humas harus mampu mengembangkan standar pelayanan bagi organisasinya.

Daftar bacaan

Cutlip, Scott M, Effective Public Relations, Prentice Hall, New Jersey, 2000

Fisher, Roger and scott Brown, Getting Together: Building A Relationship That

Gets To Yes, Houston Mifflin Company, USA, 1988

Lussier, Robert N, Human Relations In Organization, Irwin, USA, 1998

Morey, Doc, Phone Power, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2004

Sabath, Ann Marie, Business Etiguette, The career press, USA, 2002

Kompetensi SDM PR dalam Pengelolaan Krisis di Perguruan Tinggi

Oleh: Ida Anggraeni Ananda

Disajikan dalam Seminar Nasional HIMA PR Universitas Mercu Buana.

Jakarta, 14 Juni 2007


KASUS DAN KRISIS

Krisis adalah sebuah kondisi yang tidak terprediksikan sebelumnya. Kondisi atau kejadian tersebut dapat membawa kepada potensi negatif. Kondisi krisis bahkan dapat dikatakan sebagai turning point sebuah organisasi. Jika berhasil di atasi maka ia akan dapat terus hidup atau jika tidak itulah titik awal kematiannya. Krisis dari berbagai literatur, salah satunya di bawah ini, digambarkan sebagai

A crisis is a major, unpredictable event that has potentially negative results. The event and its aftermath may significantly damage an organization and its employees, products, services, financial condition, and reputation (Barton, 1993;2)


Melihat definisi itu, dapat dipastikan krisis adalah hal yang ditakuti oleh organisasi, karena pada prinsipnya tidak ada satu organisasipun yang rela organisasinya "hancur" setelah perjuangan dan dan kerja keras seluruh anggotanya selama ini.

Masih ingat peristiwa penembakan mahasiswa Indonesia di Amerika beberapa waktu yang lalu? Ya! bagi sebuah organisasi dalam hal ini Perguruan Tinggi, hal tersebut dapat menjadi sebuah krisis. Masih ingat kasus STPDN? (meskipun STPDN tidak berada di bawah DIKTI), ya itupun dapat menjadi krisis. Belum lagi kasus – kasus yang lainnya seperti misalnya perebutan kekuasaan antara yayasan dan institusi pendidikannya, kenaikan SPP, masalah korupsi di kampus, masalah jual beli nilai, bahkan gempa bumi seperti yang terjadi di Yogyakarta, merupakan ancaman bagi perguruan tinggi, dll

Krisis tidak harus selalu diawali dari sebuah kejadian besar. Issue sekecil apapun, tetapi jika tidak dikelola dapat berpotensi menjadi issue. Grunig (1992) dalam Toth (2007) menyebutkan bahwa

When conflict occurs, publics "make an issue" out of the problem. Organizations use he process of issues management to anticipate issues and resolve conflct bfore public maks it an issue. Organizations that wait for issues to occur before managing their communication with strategic publics usually have crises on heir hands and have to resort to short-term crisis communication (Toth, 2007;416)


Tidak ada organisasi yang dibangun untuk mati. Setiap organisasi baik itu profit maupun non profit, secara mati-matian berjuang mencapai tujuannya, dan kita tahu bahwa organisasi dapat dikatakan efektif jika dapat mencapai tujuannya.

Perguruan tinggi sebagai organisasi juga berjuang mencapai tujuannya. Meskipun jika dilihat tujuan pendidikan nasional dapat dikatakan abstrak dan terlalu umum tetapi Tirtaraharja mmeberika batasan yang dapat diakomodir. Tirtaraharja mengatakan bahwa tujuan utama pengelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal. Sebab berkembangnya tingkah laku peserta didik sebagai tujuan belajar hanya dimungkinkan oleh adanya pengalaman belajar yang optimal itu. (Tirtaraharja, 2005; 41). Berdasarkan premis-premis itu dapat ditarik kesimpulan, jika proses belajar mengajar terhambat maka dapat dikatakan itu adalah masalah. Masalah yang tidak disikapi dapat memunculkan isu diluar masalah. Isu tersebut dapat berpotensi memunculkan krisis. Krisis dapat membuat organisasi mati… TIDAK ADA ORGANISASI YANG INGIN MATI

KRISIS ADALAH MASALAH PR

Oleh karena itu hanya ada dua pilihan dalam menghadapi krisis yaitu lakukan secepat mungkin atau lupakan saja. Jika krisis ditangani secara terbuka, hatihati dan mudah diakses maka peluang krisis akan berakhir akan semakin cepat secepat krisis tersebut mulai. Sebaliknya, jika jalan yang dipilih adalah melupakannya dan menganggap bahwa itu bukan siapa-siapa atau menganggap itu tugas orang lain untuk mengerjakannya, sementara kita hanya pasrah kepada keadaan atau hukum yang ada, maka kita akan termakan oleh krisis itu.


Tetapi sayangnya jika dilihat, ada banyak perusahaan yang memilih cara, yang kedua, meniadakan krisis atau tidak punya sense of crisis sama sekali. Pada saat orang di sekitarnya sudah ramai membahas dan memperbincangkan tentangnya, mereka tidak tahu tentang masalah itu.

Sebetulnya karena Krisis erat hubungannya dengan issue, manajemen issu dan mengkomunikasikan issue tersebut kepada publik, maka sebetulnya peran PR ada di situ. Sayangnya, sekali lagi seperti hal di atas, PR sering tidak siap berdiri tengah untuk mengelola dan berhadapan dengan krisis. Atau jika PR siap, para CEO di organisasi tersebut, tidak memberikan kesempatan untuk berperan. Kadang-kadang CEO menganggap PR, di perguruan tinggi "tidak perlu" mengurusi krisis, karena krisis adalah sesuatu yang sangat spektakuler dan PR di Perguruan Tinggi dianggap belum terlalu "spektakuler" atau mungkin beberapa beranggapan bahwa PR di Perguruan Tinggi lebih berfungsi sebagai marketing saja.


PR seharusnya berperan penting dalam hal ini. Jika didefinisikan dari berbagai sumber bahwa PR adalah manajemen komunikasi antara organisasi dan publiknya, yang fungsinya memantapkan dan membina hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dan publiknya (yang menentukan sukses/gagalnya organisasi), maka berdasarkan definisi ini dapat disimpulkan bahwa peran PR pun seharusnya adalah berperan sebagai manajer komunikasi bukan hanya teknisi komunikasi.


Seperti telah diketahui bersama, ada 4 (empat) peran PR dalam organisasi. Yang dapat dijadikan 2 (dua) besar peran dominan PR. PR sebagai Communication technician dan PR sebagai Communication manager. Sebagai communication technician, PR ditekankan sebagai aplikasi ketrampilan individu dalam melakukan program komunikasi serta aktifitas seperti penulisan news release, mengedit house magazine, memengembangkan website organisasi,dll..


Peran yang kedua adalah communication manager yang terdiri dari expert prescriber, communication facilitator dan problem solving facilitator. Sebagai expert prescriber, manajemen mempercayakan penuh otoritas dalam bidang komunikasi. Sebagai communication facilitator peran mediasi, interpretasi dan keterbukaan komunikasi dua arah antara organisasi dan publik dilakukan. Mereka melakukan fungsi boundary spanner yang sesungguhnya, bekerja berdasarkan prinsip mutual understanding, Sebagai problem solving facilitator, PR bekerja dengan orang-orang lain dalam organisasi untuk bersama-sama mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang ada. Mereka dilibatkan kedalam penyusunan strategi sejak dini, membantu menentukan objektif organisasi, mendefinisikan komunikasi yang diharapkan serta implementasinya (Theaker,2001;43-44). Sehingga dapat dikatakan bahwa Dalam hal ini, PR harus mampu menjadi jembatan komunikasi antara organisasi dan publiknya.

KONTRIBUSI PR DALAM PENDIDIKAN DAN KASUS KRISIS DI PENDIDIKAN

Isu Strategis Pendidikan Tinggi

Sebelum membahas kasus-kasus yang ada di Perguruan Tinggi, ada baiknya terlebih dahulu digambarkan kondisi umum perkembangan pendidikan tinggi di Indonesia. Kita tidak akan secara makro melihat perkembangannya, tetapi yang menarik untuk disikapi dan ditindaklanjti adalah rencana jangka panjang pemerintah tentang pendidikan. dengan visinya yang dikenal dengan visi 2010, menekankan kepada organisasi yang sehat yang terwujud dalam sistem pendidikan tinggi yang sehat (A Healthy Higher Education System).

Healthy organization untuk pendidikan didefinisikan sebagai kemampuan menciptakan kebebasan akademis, penghargaan terhadap inovasi dan kreatifitas, memberdayakan setiap individu untuk berbagai pengetahuan dan kerjanya dalam rangka membangun organisasi yang sukses (DGHE,2003;5). Isu-isu strategis yang dijadikan landasan pengembangan kebijakan hingga tahun 2010 meliputi tiga hal yaitu nation's competitiveness, Autonomy dan Organization health

The nation's competitiveness merupakan besaran isu yang pertama. Hal ini meliputi integrasi bangsa, globalisasi, riset dan pendidikan, diferensiasi misi serta akses kepada pengetahuan. Globalisasi bukan harus ditakuti tetapi juga bukan berarti dapat diabaikan. Globalisasi erat dengan teknologi informasi dan komunikasi yang mampu menembus jarak ruang dan waktu. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi juga membawa pengaruh pada bidang pendidikan. Trend munculnya bentuk baru pendidikan seperti distance learning, twinning, sandwich dan lain-lain dapat dianggap merupakan peluang sekaligus ancaman. Ancaman bagi perkembangan pendidikan di Indonesia adalah mereka harus bersaing dengan institusi pendidikan luar tersebut padahal hingga saat ini pendidikan yang ada pun dapat dikatakan sedang dalam proses rekonstruksi.

Sub isu lainnya dari the nation competitiveness adalah riset dan pendidikan, mission diferensiasi dan akses kepada pengetahuan. Pendidikan diharapkan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini menjadi isu yang dicadangkan karena dipandang, supaya Indonesia mampu bersaing dengan bangsa lain maka Indonesia harus mampu mandiri dalam bidang pendidikan.

Pendidikan di indonesia mengacu pada tiga dharma yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Isu ini memang akan banyak sekali tantangannya terutama dari masalah dana. Kerjasama dengan berbagai pihak untuk mencari funding bagi pelaksanaan riset dan pendidikan perlu dikembangkan. Kerjasama lainnya adalah untuk mempertinggi skill bagi para lulusan perguruan tinggi. Masalah keterserapan lulusan di dunia kerja juga masih menjadi masalah sehingga diharapkan jika ada upaya penambahan skills baik di jalur pendidikan nya ataupun sebagai bentuk continuing education, akan membantu tercapainya human resources yang mampu bekerja. Kerjasama dalam hal ini dapat dilakukan dengan komunitas dan industri.

Isu Otonomy. Isu ini yang sekarang sedang menjadi banyak sorotan karena tampaknya salah satu dampak implementasi dari otonomi berimbas pada naiknya biaya pendidikan di perguruan tinggi negeri. Rencana untuk menjadi perguruan tinggi menjadi PT BHMN (perguruan tinggi badan hukum milik negara) juga masih menjadi kontroversi.

Isu strategis ketiga adalah mengenai Organizational health meliputi institutional capacity building, university governance, financing, human resource dan quality assurance. Merespon isu otonomy dan desentralisasi, maka perguruan tinggi harus mampu menciptakan organisasinya menjadi organisasi yang sehat. Menjadi institusi yang otonom dan desentralis berarti memiliki konsekuensi logis penyediaan dana yang sangat besar. Oleh karena itu upaya menjalin kerjasama dengan berbagai pihak harus dipikirkan.

Tugas perguruan tinggi sekarang ini bukan hanya merekrut calon mahasiswa dan memprosesnya saja. Tanggungjawabnya adalah mengelolanya menjadi sumberdaya yang memiliki jati diri lokal berkualitas internasional, meluluskan mereka, membuat mereka terserap pada dunia kerja lokal maupun internasional, mencari masukan dari pengguna guna pengembangan pendidikan selanjutnya baik bagi calon mahasiswa yang lain maupun bagi sumber daya manusia yang telah dilahirkan tadi (continuing education.


Nilai dan Kontribusi PR Bagi Organisasi Perguruan Tinggi

Berdasarkan isu tersebut maka perlu dipertimbangkan kembali, pola pikir PR adalah atau hanyalah marketing. Banyak hal yang dapat diupayakan PR untuk menjadikan organisasi dalam hal ini perguruan tinggi menjadi lebih efektif.


Hon (1997) dalam penelitian membuktikan bahwa nilai yang dibawa oleh PR yang efektif dapat membantu organisasi untuk bertahan, dapat membantu organisasi mendapatkan uang, dapat membantu fungsi lain dalam organisasi mendapatkan uang. Contohnya, hubungan antara PR dan keberhasilan fund raising yang membawa dampak sebuah departemen dalam universitas mendapatkan grand dari pihak lain. Selain itu PR yang efektif membantu organisasi untuk "save money" yang biasanya harus dikeluarkan untuk menangani krisis, regulasi, litigasi, konflik, dll. PR yang efektif membantu organisasi meredakan perlawanan.


Di atas telah disebutkan bahwa PR yang excellent dapat membawa nilai bagi organisasi. Save money sebagai value PR salah satunya didapat dari kemampuan menyelesaikan krisis.


Komunikasi PR dengan Publik Dalam Krisis

Jika dilihat dari media massa, sejauh ini kasus-kasus yang muncul adalah masalah perebutan kekuasaan yayasan dan institusi pendidikan, demo mahasiswa (sebagai publik internal), Tindakan anarkis, narkoba dan kriminal mahasiswa, kasus korupsi, dll.


Selanjutnya jika dianalisa lebih jauh lagi, kasus-kasus yang muncul setelah reformasi menjadi lebih banyak lagi. Perguruan Tinggi tidak dapat lagi berdiri sebagai organisasi yang tidak tersentuh kasus. Hal yang menarik dari pendidikan di Indonesia adalah hubungan organisasi dengan aktifis. Aktifis adalah publik yang boleh dikatakan spesial bagi sebuah oganisasi. Grunig mendefinisikan aktifis sebagai grup atau kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang diorganisir dengan tujuan mempengaruhi publik lain atau publik-publik melalui aksi yang melibatkan pendidikan, kompromi, persuasi, taktik presure atau force.


Menghadapi publik seperti ini (aktifis), membawa dampak bagi PR. Di satu sisi, ini adalah "Pekerjaan Tambahan" organisasi dalam hal ini perguruan tinggi (khususnya PR, jika ia dilbatkan). Tetapi dampak lain yang mengejutkan adalah dampak positif bagi PR. Holthauzen dalam Toth (2007), mengatakan bahwa munculnya aktifis dengan segala masalahnya merupakan "test case" bagi kemampuan PR. Hal ini dapat menjadi kesempatan PR dalam mempraktekkan ke PR annya, berhubungan erat dengan posisi dan fungsi PR di organisasi, uji pengetahuan bagi PR dan kemampuan komunikasi dua arah PR/organisas dengan publiknya (Toth, 2007;358)


Kompetensi SDM PR dalam Krisis

Pada masa krisis, seperti telah disebut di atas, PR harus muncul sebagai manajer komunikasi. Ia tidak lagi berperan hanya sebagai teknisi komunikasi saja. Sepeti halnya isebutkan oleh Toth di atas, menghandle publik dalam hal ini aktifis dalam krisis menjadi batu uji bagi PR. Di sinilah value PR dipertaruhkan.

Dozier (1995) menyebutkan bahwa Komunikasi bagi Organisasi dapat excellence apabila PR memiliki kemampuan dan pengetahuan komunikasi, adanya kesamaan harapan mengenai komunikasi yang excellence antara CEO dan PR, dan dalam hal ini PR dilibatkan dalam koalisi dominan, serta yang ketiga adalah budaya organisasi yang partisipatif. Niscaya jika ketiga hal ini ada maka komunikasi akan excellence an PR mendapat tempat yang tepat di organisasi.

Jika PR tidak mampu menunjukkan kemampuannya atau kompeten dalam menangani masalah komunikasi dalam hal ini misalnya krisis, bagaimana ia dapat diterima oleh organisasi?

Dalam hal penanganan krisis, ketrampilan dan pengetahuan yang harus dimiliki oleh PR adalah komunikasi dua arah yang simetrikal, ketrampilan dalam negosiasi dan riset serta manajemen isu dan manajemen krisis (Toth, 2007;361). Karena dalam hal ini organisasi dalam hal ini PR harus mampu mendengarkan seluruh publik, Berbicara dengan mereka, Komunikasi terus menerus dengan aktifis, Mau tahu dan mengakui legitimasi seluruh konstituen. Oleh karena itu sekali lagi mereka harus memiliki kemampuan sebagai komunikator, melakukan evaluasi efektifitas dalam jangka panjang dan mereka …PR harus berada dalam koalisi dominan bukan hanya teknisi atau ditempatkan sebagai pemasar saja atau di bawah pemasaran


Pustaka

Barton,Lawrence. (1993). Crisis in Organizations:Managing and Communicating in The Heat of Crisis. Ohio:South Western Publishing

Dozier,David M. (1995). Manager's Guide to excellence in Public Relations and Communication Management. Mahwah, NJ:Lawrence Erlbaum Associates

Grunig,L.A., Grunig.J.E.,&Dozier,D.M. (2002) Excellent PR and effective organizations: A Study of communication management in three counries, Mahwah,NJ: Lawrence Erlbaum Associates

Hon, Linda Childers1997, What Have You Done For Me Lately? Exploring Effectiveness in Public Relations, Journal Of Public Relations Research, 9(1), 1-30, Lawrence Eribaum Associate.Inc

Safir,Leonard. (2007).PR On A Budget. Free,Cheap and Worth the Money Strategies for Getting Notice. Chicago:Kaplan Publishing

Theaker,Alison.(2001), The public Relation Handbook. London:Routledge

Toth, Eizabeth L. (2007). The Future of Excellence in PR and Communication Management.Mahwah,NJ:Lawrence Erlbaum Associates

Umar Tirtaraharja & S.L.La Sulo. (2005) Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta




Perspektif Public Relations

Oleh:
Ida Anggraeni Ananda


Pendahuluan


Dilihat dari perkembangan sejarahnya, berkomunikasi untuk mempengaruhi cara pandang dan perilaku seseorang sudah dimulai sejak dahulu kala. Dari situs – situs yang ditemukan oleh para arkeologis di Irak pada abad 18, tampak bahwa usaha melakukan hal ini sudah dilakukan. Pada masa Yunani dan di abad pertengahan masa kejayaan Romawi, ide mengenai "opini publik sudah muncul. Hal ini tampak pada slogan Vox Populi, Vox dei (the voice of the people is the voice of God). Public Relations sudah mulai digunakan berabad – abad lalu di Inggris. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya konsep memerlukan pihak ketiga sebagai fasilitator komunikasi dan penyelaras anantara pemerintah dan rakyatnya.


Pada perkembangannya konsep Public Relations di Amerika dimulai sekitar tahun 1900 an yang dipelopori oleh Ivy Lee dengan " The Declaration of Principles". Ivy Lee dianggap sebagai " the father of Public Relations" karena deklarasi asasnya itu, meskipun demikian sebetulnya konsep Public Relations di Amerika sudah ada sejak tahun 1850.( Broom, 2000; 102).


Public Relations di Indonesia sendiri dimulai sejak tahun1950. Perkembangan hubungan masyarakat di Indonesia bergerak menyertai kondisi politik dan kenegaraan saat itu. Pada waktu itu pemerintah Indonesia menyadari perlunya rakyata Indonesia untuk mengetahui segala perkembangan yang terjadi sejak pengakuan kedaulatan Indonesia oleh kerajaan Belanda. Berawal dari pemikiran tersebut maka kegiatan kehumasan mulai dilembagakan dengan menyandang nama hubungan masyarakat karena kegiatan yang dilakukan lebih banyak untuk ke luar organisasi (Onong, 1991; 12)


Pentingnya memahami sejarah perkembangan Public Relations adalah untuk mengawali pemahaman terhadap perkembangan PR di Indonesia. Jika dilihat dari sejarahnya sebetulnya, PR di Indonesia dimulai sangat jauh dari yang sudah dilakukan oleh pemikir-pemikir di Eropa atau Amerika bahkan Australia. PR di Indonesia dimulai di tahun 1950 an dengan konsep yang berbeda dengan konsep yang dianut di negara lain. Berdasarkan pengamatan peneliti dan juga seperti yang diungkapkan oleh Elizabeth Goenawan Anantao dalam Public Relations In Asia an Anthology, Public Relations di Indonesia belum terlalu pesat perkembangannya (Ananto, 2004; 265)


Public Relations digunakan oleh pihak swasta di Indonesia pertama kali oleh PERTAMINA, sebuah perusahaan minyak. Public Relations di Indonesia memang sudah banyak digunakan baik itu di pihak pemerintah maupun swasta di berbagai sektor. Konsep Public Relations dipahami dan digunakan oleh pihak – pihak tersebut dengan berbagai macam pemahaman dan berbagai macam bentuk implementasinya.


Dari hari ke hari PR di Indonesia mulai berkembang seiring dengan perkembangan PR di dunia atau Asia. Menurut Rhenald Kasali dalam bukunya Manajemen PR disebutkan bahwa Public Relations digunakan untuk kepentingan usaha dalam bentuk seperti Olimpiade Korea Selatan, Glassnot Perestroika, Kasus Lemak Babi 1988,dll. Olimpiade yang diselenggarakan oleh tuan rumah Korea Selatan di tahun 1988 menggunakan salah satu jasa konsultan PR. Olimpiade adalah suatu event international yang waktu ini masih sangat greget dimana seluruh perhatian orang tertuju ke sana. Sebagai tuan rumah Korea Selatan ingin bangkit menunjukkan eksitensi dirinya yang memang salah satu keinginannya adalah membuka pasar di dunia untuk memasarakan produk – produknya.


Glasnost dan Perestroika merupakan kampanye PR dalam karya politik sebuah negara. Untuk mengubah negaranya, Michael Gorbachev melontarkan konsep ini untuk mengubah persepsi dunia tentang Uni Soviet dan membuka bangsanya bagi dunia luar.


Kasus – kasus tersebut adalah kasus – kasus yang terjadi hampir 20 tahun yang lalu. Sementara ini masih hangat di tahun 2000 an pada saat negara – negara di Asia terjadi krisis SARS, Hongkong dan Singapura menangani khusus pemulihan citra wisata negaranya dengan menyewa seorang konsultan PR.

Dari kasus – kasus yang ada sebetulnya tampak bahwa PR adalah sebuah fungsi komunikasi yang terencana, tetapi memang kenyataannya masih banyak salah pandang mengenai hal ini.

Ke salah Pengertian tentang PR

1.PR adalah Personal Relation

Untuk menjadi PR harus memiliki kemampuan membina hubungan secara pribadi. Hal ini tidak seluruhnya salah tetapi bukan itu saja tugas dari seorang PR


2.PR adalah propaganda

Memang awal mula akar dari PR dari perang (lihat sejarah di atas). Pada masa perang memang PR digunakan untuk mengirim pesan yang salah untuk mematahkan semangat lawan. Propaganda dilakukan sepihak dan untuk kepentingan kemenangan satu pihak.


3. PR adalah Publisitas

Hal ini tampak pada lembaga pemerintah. Lembaga pemerintah lebih banyak menggunakan PR nya untuk hal ini. PR tidak lebih digunakan sebagai "press relations" yang tugasnya hanyalah mempublikasikan kebijakan pemerintah, menyusun jadwal temu wartawan serta membawa wartawan turut kunjungan ke daerah – daerah.


4. PR adalah iklan gratis

Berita yang dimuat di media dianggap sebagai iklan gratis sehingga banyak praktisi pemasaran berupaya memanfaatkan publikasi pers untuk mendapatkan keuntungan beriklan secara gratis. Padahal seperti diketahui bukan itu tujuan PR dan bukan itu pula tujuan berita.


5. PR adalah menjual senyum

Untuk menjadi PR harus cantik, pandai ha ha hi hi. Jika hanya ini yang dilakukan oleh PR maka sebuah perusahaan pasti akan kehilangan pamornya, apalagi di masa krisis. Pandangan seperti ini bahkan PR seperti yang no 1 masih banyak terjagi bahkan seperti baru – baru ini (sekitar 1 tahun yang lalu), media massa pernah mengangkat isue bahwa PR disamakan dengan hostess, dan frekuensi munculnya isu itu cukup sering. Memang media yang menayangkan hal itu bukan media terkemuka tetapi paling tidak masih ada tertancap di benak pembuat berita bahwa PR hanyalah sebatas senyum dan obral kemampuan personal.

PR sebagai Fungsi Manajemen

Lebih lanjut lagi supaya tidak terjebak dengan kesalahpengertian perlu digali definis – definisi tentang PR. Adapun definisi yang ada adalah sebagai berikut:

  1. Cutlip and Center mendefinisikan Public Relations sebagai fungsi manajemen yaitu mengidentifikasi, memantapkan serta membina hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dengan publiknya baik dalam keadaan sukses maupun gagal.
  2. Grunig mengembangkan definisi tersebut menjadi manajemen komunikasi antara organisasi dan publiknya.
  3. Lawrence W.Long dan Vincent Hazelton mengembangkan sebuah definisi baru yang lebih modern dan memadai bahwa Public Relations adalah fungsi komunikasi melalui adaptasi organisasi, mengubah atau membina hubungan dengan lingkungan dengan tujuan bersama-sama mencapai tujuan dari organisasi. Pendekatan ini menggambarkan bahwa Public Relations adalah lebih dari sekedar mempersuasi melainkan juga membantu mengembangkan kondisi komunikasi terbuka, saling pengertian/saling memahami dengan didasari ide bahwa organisasi juga mau berubah (dalam proses berperilaku dan bersikap) tidak hanya sebagi sasaran khalayak saja. Dapat dikatakan bahwa perusahaan dimungkinkan mengubah kebijakan sebagai hasil tindak lanjut dari dialog dengan lingkungannya.


Definisi tersebut hanyalah sebagian kecil dari definisi yang ada tentang PR. Mengacu pada definisi – definisi di atas, memaknai terminologi "fungsi manajemen" yang ada pada Public Relations, memiliki arti yang lebih dalam. Arti tersebut memuat jawaban atas pernyataan, untuk apa fungsi manajemen atau manajemen komunikasi yang dilakukan oleh Public Relations. Jawaban ini jelas bahwa Public relations berperan sebagai Pengelola Reputasi Organisasi. bukan Pemasar/Penjual dan bukan hanya melulu memliki aktifitas berhubungan dengan media atau seperti yang disebut di atas.


Dari definisi di atas tampak bahwa PR adalah fungsi manajemen bukan adminsitratif. Secara lebih dalam lagi pada sessi atau mata kuliah yang lain akan dibahas mengenai posisi PR sebagai koalisi dominan yang duduk di leher struktur yang bertindak sebagai fungsi manajemen sehingga kurang tepat jika PR hanya didudukkan sebagai bagian dari marketing, SDM, atau jika kita lihat di pemerintah tidak kurang PR atau Humas hanyal bagian dari seksi. Dalam hal penempatan PR ada beberapa klasifikasi penempatan dan pemanfaatan PR pada sebuah organisasi:

  1. Beberapa organisasi menempatkan Public Relations pada hirarkhi tinggi di perusahaan, memiliki garis pelaporan langsung kepada pimpinan atau kepala administrator. Beberapa menempatkan fungsi Public Relations pada posisi yang lebih rendah, memiliki hubungan pelaporan dengan bagian pemasaran, personalia, legal atau pengambil keputusan lain di tingkat yang lebih tinggi.
  2. Beberapa organisasi menempatkan Public Relations pada unit tersendiri sementara itu ada beberapa organisasi yang menempatkan Public Relations pada beberapa unit dalam departemen di organisasi.
  3. Beberapa organisasi menggunakan konsultan dari luar organisasi/perusahaan, beberapa menggunakan Public Relations dari internal perusahaan bahkan ada yang menggabungkan keduanya (Grunig,1992;396)


Melihat definisi PR seperti di atas maka tampak bahwa kata kunci dari PR adalah

  1. Kesengajaan: Aktifitas PR adalah aktifitas yang disengaja. Dibentuk untuk mempengaruhi, meraih pemahaman bersama, menyediakan informasi, dan mendapatkan umpan balik
  2. Terencana: Aktifitas Public Relation adalah terogranisir, pada kurun waktu tertentu, sistematis, menggunakan riset dan analisa.
  3. Mengutamakan performance: Public Relations yang efektif didasarkan pada kebijakan aktual dan kinerja.
  4. Mengutamakan kehendak masyarakat (public interest): Aktifitas atau kegiatan Public Relations hendaknya didasarkan pada tujuan yang saling menguntungkan antara organisasi dan publiknya.
  5. Komunikasi dua arah: Selain menginformasikan sesuatu, Public Relations membutuhkan umpan balik dari khalayaknya sehingga model komunikasi yang digunakannya adalah dua arah.
  6. Fungsi Manajemen: Public Relations menjadi efektif apabila menjadi bagian dari keseluruhan manajemen dan didukung oleh top manajemen. Public Relations berfungsi sebagai konseling dan pemecah masalah di tingkat top manajemen bukan sekedar hanya mendesiminasikan informasi setelah keputusan dibuat (Wilcox, 1998:4-8)


Secara umum PR sebagai fungsi manajemen dan sedikit tentang keberadaan PR dalam sebuah perusahaan sudah di bahas. Berikut ini secara khusus akan dibahas apa peran, fungsi, model komunikasi, aktifitas serta kompetensi yang dibutuhkan bagi seorang PR

Peran PR dalam Organisasi

Sebetulnya memformulasikan apa peran PR dalam organisai bukanlah hal yang mudah. Beberapa penulis mencoba memetakan bahwa pada dasarnya peran PR dalam sebuah organisasi adalah sebagai berikut:

1. Communication Tehnician

Beberapa praktisi memasuki dunia PR ini sebagai teknis. Pada tahap ini kemampuan jurnalistik dan komunikasi sangat diperlukan. PR diarahkan untuk berperan menulis, menulis news letter, menulis in house journal, menulis news release, menulis feature, dll. Biasanya praktisi dalam peran ini tidak hadir pada saat manajemen menemui kesulitan. Mereka tidak dilibatkan dalam manajemen sebagai pengambil keputusan. Peran mereka lebih ke arah penulisan tools dan mengimplementasikan program. Mereka sebagai "the last to know"


2.Expert Prescriber

Praktisi PR sebagai pendefinisi problem, pengembang program dan memeiliki tanggungjawab penuh untuk mengimplementasikannya. Mereka sebagai pihak yang pasif. Manajer yang lainnya menyerahkan tugas komunikasi sepenuhnya ke tangan si "komunikasi" ini sehingga mereka dapat mengerjakan pekerjaan mereka yang lainnya.Tampaknya bangga karena PR semacam ini dianugerahi kepercayaan tinggi tetapi karena tidak adanya keterlibatan top manajemen dalam peran PR maka PR seolah terisolir dari perusahaan. Ia sibuk sendiri dengan pekerjaannya. Di pihak manajemen mereka juga menjadi sangat tergantung kepada PR nya. Mereka menjadi minim komitmen kepada tugas – tugas PR, padahala seperti diketahui seharusnya tugas PR harusnya dilakukan oleh semua orang yang ada dalam sebuah perusahaan,


Dalam hal diffusi peran dan fungsi PR sehingga mereka paham spirit perlunya PR bagi perusahaan menjadi rendah dan tidak akan tersosialisasi bahkan terburuk akan hilang kepercayaan top manajemen akan fungsi PR bagi sebuah organisasi. Hal ini akan terjadi apabila top manajemen banyak merasa dikecewakan oleh PR yang dianggap mereka sebagai pakar.


3.Communication Facilitator

PR sebagai pendengar setia dan broker informasi. Mereka sebagai penghubung, interpreter dan mediator antara organisasi dan publiknya. Mereka mengelola two way communicationnya dengan cara membuka rintangan komunikasi yang ada/yang terjadi. Tujuannya dalam hal ini adalah untuk menyediakan kebutuhan dua belah pihak akan informasi, membuat kesepakatan yang melibatkan minat keduabelah pihak.


Para pelaku dengan peran ini menempatkan dirinya sebagai sumber informasi dan sebagai kontak antara organisasi dan publiknya. Sebagai wasit dari interaksi, memantapkan agenda yang akan didiskusikan antara dua belah pihak, menyimpulkan pandangan, bereaksi terhadap kasus, membantu partisipan mendiagnosa masalah, membantu menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan komunikasi. Mereka menjadi boundary spanner antara perusahaan dan publiknya. Mereka bekerja di bawah asumsi bahwa two way communication mampu meningkatkan kualitas pengambilan keputusan organisasi dan publik dalam hal prosedur, kebijakan, serta tindakan lain yang berhubungan dengan minat kedua belah pihak.


4.Problem Solving Facilitator

Mereka berkolaborasi dengan manajer lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dalam manajemen stratejik perusahaan. Bergabung dengan konsultan mulai dari awal direncanakan program hingga evaluasinya. Membantu manajemen menerapkan PR sebagai tahapan fungsi manajemen yang sama dengan kegiatan manajemen yang lain.


PR berfungsi sebagai bagian penting penganalisis situasi, memiliki peran yang intens dalam pengembangan prosedur, kebijakan, produk dan aksi perusahaan. Mereka juga memiliki power mengubah sesuatu yang seharusnya diubah. Mereka harus terlibat dalam segala bentuk perubahan organisasi.


Melalui peran ini mereka menjadi paham spirit setiap program baik motivasi maupun tujuan mengapa program harus dilaksanakan, mereka mensupport perubahan strategis organisasi, keputusan yang sifatnya taktis dan memiliki komitmen pada perubahan dan mampu menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam rangka pencapaian tujuan program.


Mereka dimasukkan sebagai tim manajemen karena mereka mampu menunjukkan kemampuan dan nilai dalam membantu manajemen menangani serta menyelesaikan permasalahan

Fungsi dan Model PR

Secara turun temurun, fungsi PR dapat digambarkan sebagai pengontrol publik, mengarahkan apa yang dipikirkan atau dilakukan oleh orang lain dalam rangka memuaskan kebutuhan organisasi, merespon publik, mereaksi pengembangan, masalah, mencapai hubungan yang saling menguntungkan antara publiknya melalui hubungan yang harmonis. Fungsi ini dekat dengan model PR yang dipaparkan oleh Grunig dan Hunt (1994) yaitu the press agentry/publicity model; the public information model; the two way asymmetric model; the two way symmetric model. Secara detail mengenai model tersebut adalah sebagai berikut:


Pada sejarah perkembangan konsep model Public Relations tampak bahwa pada mulanya menurut Erc Goldman dalam Grunig menyebutkan bahwa Public Relations diawali dengan the public be fooled era atau press agentry dan public be informed atau public information era.


Pada awalnya Grunig mengadopsi ide ini tetapi mengelaborasinya dengan menambahkan mengenai tujuan dan arah komunikasi . Grunig mengadopsi ide Thayer mengenai synchronic dan diachronic communicationuntuk menggambarkan dua pendekatan dalam public relations. Tujuan dari komunikasi sinkronis (synchronic communication) adalah mensikronisasi perilaku publik terhadap organisasi sehingga organisasi dapat melakukan apa yang diinginkan tanpa campur tangan dari publiknya. Tujuan dari komunikasi diakronik adalah untuk menegosiasikan kebutuhan antara organisasi dengan publiknya.Pada akhirnya Grunig mengganti istilah synchronic dan diakronik dengan assymetrical dan symetrical communication.


Grunig and Hunt mengidentifikasi perkembangan sejarah Public Relations. Pada awalnya Press agentry digunakan oleh praktisi PR di pertengahan abad 19. Pada awal abad 20 mulai digunakan model the public information. Keduanya merupakan representasi dari one way approaches dimana dengan model ini diseminasi informasi lebih banyak dengan menggunakan media.


Di era berikutnya, dengan dipengaruhi oleh pandangan Perilaku dan ilmu – ilmu sosial dikembangkanlah model two way asymetrical yang menekankan pada propaganda dan manipulasi publik (meskipun dalam arti yang positif). Memanipulasi di sini berarti mengelola serta mengarahkan publik kepada tujuan kita melalui cara memahami motivasi mereka. Selanjutnya dikembangkanlah Two way symetrical model yang mengarah kepada "telling the truth to public" . Model komunikasi ini diterapkan kepada publik dengan menggunakan penelitian untuk memfasilitasi apa yang diharapkan oleh publik daripada untuk mengidentifikasi pesan apa yang dapat digunakan untuk mempersuasi publik.


Grunig memaparkan Model two way symetric adalah pendekatan yang dapat dikatakan baik dalam public relations. Sejalan dengan konsep yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa sebuah departemen dapat dikatakan baik dengan segala karakteristikanya dapat membuat organisasi menjadi lebih efektif.


Grunig mengidentifikasi suatu teori normatif mengenai Public Relations yang menganut Two Way Symetric adalah memiliki karakter

1.Adanya saling tergantung dan pembinaan hubungan;

2.Ketergantungan dan pembinaan hubungan tersebut memunculkan kurangnya konflik, perjuangan, dan saling berbagi misi;

3.Adanya keterbukaan,saling percaya dan saling memahami;

4.Konsep kunci mengenai negosiasi,colaborasi dan mediasi;

5.Perlunya dikembangkan suatu aturan bagi proses dan strategi.


Pemahaman tersebut dapat disarikan bahwa komunikasi yang harmonis antara Public Relations dengan publiknya akan berjalan baik jika didukung dengan komunikasi yang jujur untuk memperoleh kredibilitas, keterbukaan dan konsisten terhadap langkah-langkah yang diambil untuk memperoleh keyakinan orang lain,adanya langkah-langkah fair untuk mendapatkan hubungan timbal balik dan goodwill, komunikasi dua arah yang terus menerus untuk mencegah keterasingan dan untuk membangun hubungan serta selalu melakukan evaluasi dan riset terhadap lingkungan untuk menentukan langkah atau penyesuaian yang dibutuhkan bagi sosial yang harmonis. Pemilihan model yang tepat sangat tergantung dari struktur sebuah organisasi dan bagaimana kondisi lingkungan dimana perusahaan tersebut bertindak.

Aktifitas PR

Pekerjaan PR dapat dikerjakan sendiri atau oleh konsultan, pemilihan ini sangat tergantung dari polcy perusahaan. Kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan konsultan dapat dilihat lebih lanjut dalam tulisan Ida Anggraeni Ananda, Jurnal Visi Komunikasi.

Pada dasarnya aktifitas PR meliputi:

  1. Komunikasi: perukaran ide, pendapat atau peasn melalui visual, lisan atau tulisan
  2. Publisitas: diseminasi pesan yang terencana melalui media tertentu, tanpa bayaran, untuk meningkatkan minat terhadap perusahaan/organisasi
  3. Promosi: aktifitas mengkreasi atau menstimulasi perhatian terhadap produk, orang, organisasi atau kasus.
  4. Press agentry: melalui soft news stories
  5. Integrated marketing: fungsi PR pendukung pemasran, tujuan beriklan sebuah organisasi
  6. Manajemen Isue: identifikasi, memonitor aksi publik atau reaksi publik terhadap organisasi
  7. Manajemen krisis: menghadapi krisis, bencana atau kegiatan negatif yang tidak terencana dan memaksimal ekses positif yang dapat diraih
  8. Public Information offcer: sebagai penghubung antara lembaga pemerintah, dan media
  9. Public Affairs/lobbyist: bekerja mewakili perusahaan untuk menghadapi politisi, perangkat pemerintah yang berperan menetukan kebijakan dan undang-undang untuk mempertahankan statusquo atau mengubahnya.
  10. Financial Relations: menghadapi dan mengkomunikasikan informasi kepada pemegang saham atau masyarakat pemodal
  11. Community Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan antara organisasi dan masyarakat
  12. Internal Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan orang – orang yang berada dan memilki hubungan di dalam organisasi
  13. Industry Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan atau atas nama perusahaan dengan industri
  14. Minority Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan group minoritas dan individual
  15. Media Relations: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan media
  16. Public Diplomacy: memantapkan dan meningkatkan hubungan untuk membuka jalur perdagangan, pariwisata dan kerjasama antar negara
  17. Event management: menyiapkan, merencanakan, melakukan kegiatan yang bermanfaat dalam suatu waktu
  18. Sponsorship: menawarkan atau menerima bantuan dana dengan imbalan public exposure
  19. Cause/Relationship marketing: memantapkan dan meningkatkan hubungan dengan konsumen
  20. Fund Raising: memantapkan dan meningkatkan hubungan atas nama sektor non profit untuk mendorong terkumpulnya dana serta bantuan


Kompetensi PR

Setelah melihat secara sepintas apa itu PR, peran, model, fungsi serta aktifitasnya maka dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi PR bukanlah orang yang sembarangan. Banyak kriteria kompetensi yang harus dimiliki. Diantaranya adalah:

Lulusan PR hendaknya mampu:

  1. Teori PR dan komunikasi untuk mendukung praktek PR
  2. Kemampuan menganalisis dan merencanakan
  3. Kemampuan teknis dan komunikasi
  4. Pemahaman sosial, politik, etis dan hubungannya dengan program
  5. Pemahaman tentang proses dan aplikasi dunia industry


Secara khusus kemampuan yang harus dimiliki:

  1. Kemampuan vocational seperti riset, menulis, mendengarkan, presentasi,dll
  2. Memiliki kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain: interpersonal skills, networking, mendengar
  3. Kemampuan profesional: paham mengenai perencanaan dan taat deadline
  4. Memiliki perspektif etika
  5. Mengerti teknologi yang dapat digunakan sebagai tools
  6. Harus memiliki kemauan belajar tinggi (life long learning)
  7. Being thinkers: kemampuan analisis, kritis, strategis, evaluatif, kreatif dan lateral



Pustaka

Ananda, Ida Anggraeni, Public Relations Sebuah Telaah dari Sudut Fungsi,

Peran dan Kedudukannya dalam Organisasi, Jurnal Visi Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi Mercu Buana, Jakarta, 2002

Cutlip, Scott.M, et all, Effective Public Relations, Prentice Hall, New Jersey, 2000

Grunig,James.E, Excellence in Public Relations and Communication Management, Lawrence Erlbaum, New Jersey, 1992

Johnston, Jane, Clara Zawawi, Public Relations Theory and Practice, Allen & Unwin, 2000

Onong, Uchyana Effendi, Hubungan Masyarakat Suatu Studi Komunikologis, Remaja Rosdakarya, 1991

Kiat Sukses Berhubungan Dengan Media


I. Konsep Media Relations

Menilik keberadaan media massa yang semakin menempati posisi signifikan dalam keberadaan masyarakat Indonesia modern, maka media relations juga menempati posisi yang cukup signifikan. Menurut Jefkins, media relations didefinisikan sebagai usaha untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi humas dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi perusahaan yang bersangkutan.
Berdasarkan definisi tersebut, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan media relations adalah:


  1. Media relations merupakan hubungan perusahaan dengan semua bentuk media massa baik media cetak, media elektronik termasuk internet
  2. Tujuan mendasar diadakannya media relations adalah menciptakan pengetahuan dan pemahaman. Kata menciptakan pengetahuan dan pemahaman harus digarisbawahi karena menunjukkan media relations bukan semata-mata untuk menyebarkan suatu pesan sesuai dengan keinginan perusahaan induk atau klien demi mendapatkan suatu citra atau sosok yang lebih indah daripada aslinya di mata umum. Maka baik atau buruknya humas akan diukur dari kejujuran dan kenetralannya dalam memberikan informasi kepada masyarakat melalui media.
  3. Dengan sikap jujur dan netral ini humas secara otomatis mengutamakan kepentingan masyarakat dalam hal ini para pembaca, pendengar atau pemirsa. Dengan demikian diharapkan melalui sambutan khalayak dengan sendirinya akan memberikan citra positif bagi perusahaan dan pada saat itulah keinginan perusahaan terpenuhi.

    Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Media Relations:
  • Memahami dan Berhubungan Baik dengan Media - Hal yang pertama kali diperhatikan dalam melaksanakan media relations adalah pemahaman mengenai media massa yang menjadi mitranya. Pemahaman mengenai media dharapkan menjadi jalan untuk menciptakan hubungan baik dengan media massa. Terciptanya hubungan yang baik dengan media massa akan memperlancar kegiatan media relations yang dijalankan. Press release yang dikirimkan akan lebih diprioritaskan apabila sudah sejak sebelumnya dibina hubungan yang baik. Penyiaran iklan akan dibantu mereka agar efektif, undangan konperensi pers akan lebih diutamakan daripada undangan yang sama dari organisasi lainnya.

Hal ini yang seringkali dilupakan oleh seorang humas dimana memahami media hanya dengan menelepon orang terkait kapan hari terakhir atau tenggat waktu suatu naskah humas harus diserahkan ke meja redaksi. Lebih dari itu seorang humas harus mengetahui segala sesuatu mengetahui seluk beluk media dan menciptakan hubungan baik dengan media bersangkutan. Penciptaan hubungan baik dengan media massa dapat dilakukan dengan melakukan kunjungan kepada redaksi media, mengirimkan kalender atau agenda tahunan, mengucapkan selamat jika media massa berulang tahun, mengucapkan belasungkawa bila wartawannya mendapat musibah, mengadakan pertandingan olahraga persahabatan atau mengajak berpartisipasi dalam kegiatan lainnya.

  • Mengetahui karakteristik media
    Pengetahuan karakteristik media massa mutlak diperlukan oleh seorang humas agar dapat menentukan media massa yang tepat untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai karakteristik media antara lain: kebijakan editorial, frekuensi penerbitan, tanggal terbit, proses percetakan, daerah sirkulasi, jangkauan pembaca dan metode distribusi.
    Pengetahuan mengenai hal tersebut akan memastikan bahwa humas memilih media yang tepat dalam rangka publikasi informasi.
  • Memiliki kemampuan dasar jurnalistik.
    Tugas utama seorang humas dalam kegiatan media relations adalah memasok informasi yang layak diterbitkan kepada media massa. Untuk itu seorang humas harus memiliki kemampuan dalam menulis dan membuat berita. Berkaitan dengan hal ini selain memahami karakteristik media massa seperti poin di atas, seorang humas juga harus memiliki kemampuan dasar-dasar jurnalistik seperti jenis-jenis berita, news value atau kelayakan sebuah berita dan teknik penulisan berita. Kepemilikan kemampuan dasar jurnalistik akan memastikan bahwa seorang mampu memasok materi yang layak diterbitkan oleh media massa.
  • Kemampuan mengorganisasi acara media
    Informasi yang dipasok kepada media massa bukan hanya proses pengiriman materi press release atau news release, namun juga melalui penyelenggaraan acara-acara media seperti konferensi press, resepsi pers, kunjungan pers dan press up grading.
Prinsip-prinsip Media relations

  1. By servicing the media yaitu memberikan pelayanan kepada media. Misalnya PR harus mampu menciptakan kerjasama dengan media. PR harus menciptakan suatu hubungan timbal balik.
  2. By establishing a reputations for reliability yaitu menegakkan suatu reputasi agar dapat dipercaya. Misalnya selalu menyiapkan bahan-bahan informasi akurat di mana dan kapan saja diminta. Wartawan selalu ingin tahu sumber berita paling baik untuk mendapatkan informasi yang akurat dan hubungan timbal balik terjalin semakin erat.
  3. By suppliying good copy yaitu memasok memberikan naskah yang baik, menarik perhatian, penggandaan gambar/foto, pembuatan teks gambar/foto dengan baik. Juga pengiriman news release yang baik sehingga hanya sedikit memerlukan penulisan ulang atau menyuntingnya.
  4. By cooperations in providing material yaitu melakukan kerjasama yang baik dalam menyediakan bahan informasi. Misalnya merancang wawancara pers dengan seseorang yang dibutuhkan pers ketika itu.
  5. By providing verification facilities yaitu penyediaan fasilitas yang memadai. Misalnya memberikan fasilitas yang dibutuhkan wartawan sewaktu menggali berita.
  6. By building personal relationship with the media yaitu membangun hubungan secara personal dengan media. Hal ini yang mendasari keterbukaan dan saling menghormati profesi masing-masing.
Dalam melakukan media relations terdapat beberapa hal yang perlu dikaji yakni:


  • Type-type organisasi
  • Kategori organisasi profit ataupun non profit
  • Kepentingan media terhadap produk perusahaan, pelayanan atau aktivitas organisasi lainnya
  • Ekspektasi manajemen perusahaan


Mungkin hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan media relations adalah adanya kemungkinan yang cukup besar terjadi konflik antara PR dan media karena terdapat perbedaan tanggung jawab dan loyalitas. PR bertanggung jawab terhadap perusahaan sedangkan media harus bertanggungjawab kepada pembacanya. Namun keduanya sama-sama merupakan profesi di bidang komunikasi. Kedua belah pihak mempunyai kepentngan dan kepedulian yang sama terhadap informasi. Aktivitas PR dan media tetap didasarkan pada prinsip yang sama yakni sebagai mediator yang menjembatani kepentingan pihak yang berinteraksi karena informasi yang disalurkan terkait dengan kegiatan mereka.

News Release
Dalam pelaksanaan news release pemilihan media massa yang sesuai adalah essensial untuk persiapan dan penyebaran siaran berita (news release). Pelaksanaan pengiriman berita dan artikel tanpa membeda-bedakan media, tanpa pengetahuan mengenai isi redaksionalnya, khlayaknya dan kebijaksanaan redaksionalnya adalah esuatu yang sia-sia. Arus berita yang tidak bernilai membanjiri meja redaksi dan hanya memenuhi keranjang sampah. Media shotgun dalam mendistribusikanpublisitas adalah salah satu dari begitu banyak praktek yang tidak efektif dalam hubungan masyarakat.Jenis berita yang dapat dikirim sebagai news release dalam kegiatan media relations adalah berita, artikel feature, advertorial, bahan latar belaknag editorial dan publisitas darurat.
Berita adalah jenis publisitas yang paling umum disiapkan dan disebarkan oleh bagian publikasi. Ada dua kategori publisitas berita yaitu berita spontan dan berita terencana. Berita spontan berasal dari peristiwa-peristiwa yang tidak direncanakan terlebih dahulu seperti munculnya bencana alam, kecelakaan, kebakaran yang bersifat mendadak. Berita terencana berasal dari perkembangan sehari-hari dan peristiwa dalam perusahaan yang mungkin bernilai berita dan menyangkut kepentingan umum.
Feature merupakan bentuk news release berupa uraian berita dalam ruang lingkup satu tema dan merupakan pendalaman (indepth) dari tema tersebut dengan menambah segi-segi latar belakang dan perkembangan berita tersebut.
Bahan latar belakang editorial merupakan informasi latar belakang editorial yang diberikan kepada editor berita, penulis editorial yang tidak dimasukkan dalam press release. Bahan latar belakang disiarkan apabila ada pemogokan, peristiwa khusus, fasilitas baru, bencana, ulang tahun, perubahan personel ekesekutif dan peristiwa lain yang memiliki nilai berita (news value).
Publisitas darurat
Publisitas darurat merupakan bentuk media relations pada saat kondisi darurat dimana penanganan publisitas darurat yang sesuai oleh bagian hubungan masyarakat akan diingat terus oleh media lama setelah keadaan darurat itu sendiri terlupakan. Untuk menjamin penanganan hubungan media yang efektif selama keadaan darurat, bagaian hubungan masyarakat harus mempersiapkan publisitas darurat yang diertimbangkan secara seksama.

Wawancara Media
Wawancara media dapat terjadi secara spontan atau direncanakan. Wawancara spontan bisa saja terjadi pada pertemuan di lembaga legislative, seminar, peresmian, resepsi pernikahan,, mungkin pada saat melayat rekan sejawat yang sakit atau meninggal. Kendati suasananya bersifat spontan harus diyakini bahwa wawancara dengan media akan dimuat sehingga PR atau pejabat perusahaan sebagai narasumber berita harus selalu siap diwawancarai pers di manapaun juga.
PR dapat bertindak aktif atau defensive dalam hal wawancara. Sewaktu bertindak aktif mereka memberikan wawancara kepada wartawan. Mereka menganggap suatu sikap defensive ketika seorang wartawan menghubungi untuk meminta wawancara dengan seseorang di dalam oerganisasi/perusahaan. Sewaktu dihubungi seorang PR harus memutuskan jika perusahaan akan menanggapinya dan dipikirkan kepada siapa wawancara akan diberikan.
Wawancara media bagi PR atau top manajemen suatu perusahaan termasuk dalam skill of communication, sehingga harus selalu mempersiapkan diri sebagai narasumber untuk diwawancarai dengan menggali data yang diperlukan dalam membahas suatu topic wawancara. PR atau top manajemen harus selalu mengikuti berbagai perkembangan yang ada agar bisa selalau menjadi nara sumber yang handal baik untuk wawancara spontan mapun wawancara yang telah direncanakan. Bila PR atau top manajemen memerlukan bahan-bahan untuk suatu topic wawancara, segala bentuk referensi, dokumentasi, filling, dan fact finding yang telah dilakukan disiapkan untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang suatu topic dalam wawancara dengan pers. Kesiapan ntuk diwawancarai selalau nampak pada PR atau top manajemen itu sendiri.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika akan diwawancarai adalah:

  • Pertanyaan wartawan hendaknya dijawab sebagaimana mestinya kecuali yang bersifat rahasia atau tidak boleh/belum boleh diumumkan.
  • Sedapat mungkin hindari pemberian keterangan yang sifatnya off the record
  • Kepada media hendaknya diberikan uraian pelengkap atau background material guna melengkapi suatu penulisan artikel
  • Hendaknya terbuka bagi kunjungan wartawan
  • Sangat bermanfaat bila meyediakan ruangan untuk pertemuan dengan wartawan yang dilengkapi mesin tik/computer, facsimile, kertas damn alat tyulis lainnya.

Press service yang baik dapat menjamin terciptanya hubungan yang baik antara perusahaan dengan media.


Press Conference
Konferensi pers adalah suatu kegiatan mengundang wartawan untuk berdialog dengan materi yang telah disiapkan secara matang oleh PR sedangkan sasaran pertemuan itu diharapkan dimuat media massa dari wartawan yang diundang.
Tujuan konferensi pres adalah: (a) menyebarkan informasi positif kepada public (masyarakat luas) tentang perusahaan seperti penandatanagan kerja sama, ekspor perdana, pergantian direksi dan public expose. (b) menetralisir atau membantah berita yang tidak benar/negative tentang perusahaan, manajemen, karyawan, produk/jasa dan lainnya. (c) meningkatkan image yang dapat menunjang pemasaran dan penjualan suatu produk/ jasa seperti pengenalan produk baru, ekspansi ekspor dan prestasi perusahaan dll. (d) membina hubungan secara langsung dengan pers.


Hal-hal yang harus dipersiapkan dalam press conference adalah:
  1. Kirimkan undangan kepada redaksi minimal tiga hari sebelum konferensi pers dilangsungkan.
  2. Cek kembali undangan yang sudah dikirimkan, apakah sudah diterima atau belum oleh redaksi, apakah ada wartwan yang bisa hadir dalam konferensi pers tersebut.
  3. Membuat news release tentang topic yang ingin disampaikan kepada pers dalam konferensi pers. Biasanya dimasukkan dalam press kit yang berisikan berbagai informasi perusahaan seperti brosur, profil dan laporan tahunan.
  4. Menunjuk juru bicara dalam konferensi pers yang mengetahui betul permasalahan yang dibahas dalam konferensi pers tersebut. Biasanya terdiri dari beberapa orang yang sesyuai dengan bidangnya masing-masing dan satu sama lain saling menunjang.
  5. Menyiapkan tempat pertemuan sesuai dengan jumlah wartawan diundang termasuk tuan rumah.
  6. Dalam presentasi konferensi pers sebaiknya dilengkapi dengan alat bantu media seperti slide, OHP dan video.
  7. Bilamana konferensi pers dilakukan sebelum dan sesudah makan siang, siapkan makanan kecil dan minumannya.
  8. Sediakan souvenir untuk kalangan pers.
  9. Membuat daftar hadir/buku tamu khusus bagi wartawan
  10. Lama dan jalannya konferensi pers diatur secara ringkas, padat, jelas dan terarah agar waktu tidak terbuang bagi kalangan pers.
  11. Bilamana terdapat wartawan dalam konferensi di luar topic yang sedang dibahas, bahkan di luar bidang kita perlu dijawab atau ditolak secara halus.
  12. Dalam konfersnsi pers terdapat waetawan tak diundang atau datang karena dibawa temannya tetap saja dilayani dan terima baik-baik.
  13. Sikap dan perilaku PR dalam menghadapi wartawan dalam kegiatan media relations sebaiknya: a) selalu bersedia dan menampung dahulu apa yang wartawan inginkan dari PR, b) tidak ragu, curiga atau takut kendati ada masalah di perusahaan yang bisa menjadi konsumsi pers, c) bersikap dan berperilaku wajar serta ramah, d) dalam melayaninya cukup komunikatif dan informative, e) menanyakan dengan baik identitas, media dan maksud yang bersangkutan, f) seandainya dalam perusahaan ada kasus perlu menerapan prinsip bahwa segala permasalahan dapat dicari pemecahannya atau jalan keluarnya, dengan sikap tenang menyelesaikannya termasuk menghadapi wartawan yang menanyakan kasus tersebut.